Senin, 15 Juni 2015

tragedi trisakti


Sejarah Tragedi Trisakti 12 Mei 1998
12 Mei 1998 merupakan salah satu dari beberapa rangkaian kerusuhan yang terjadi di Indonesia mengikuti dilantiknya Soeharto setelah tujuh tahun berturut-turut pada bulan Maret di tahun yang sama. Yang membuat rakyat marah kemungkinan adalah karena Soeharto berseru tentang reformasi politik dan ekonomi, tapi pada kenyataannya Kabinet Pembangunan VII – kabinet buatan Soeharto pada saat itu berisi anggota keluarga dan kroni-kroni Soeharto, termasuk anak didiknya, Bacharuddin Jusuf Habibie sebagai wakil presidennya.
Sebelum terjadi kerusuhan di Jakarta, Medan telah terlebih dahulu menyalakan api kebencian akan pemerintahan Soeharto. Pada awal Mei dimulai, para pelajar sudah mulai menjalankan aksi demonstrasi di kampus-kampus sekitaran Medan selama dua bulan. Jumlah pelajar yang mengikuti aksi demonstrasi ini terus bertambah seiring makin lantangnya panggilan dari masyarakat untuk reformasi total. Hal yang membuat mahasiswa semakin berang adalah tewasnya salah satu mahasiswa pada 27 April yang kesalahannya dilemparkan pada pihak berwajib yang melemparkan gas air mata ke kampus dan mencapai puncak pada tanggal 4 hingga 8 Mei saat pemerintah memutuskan menaikkan harga minyak sebesar 70% dan 300% untuk biaya listrik.
Pada tanggal 9 Mei, presiden Soeharto terbang menuju group of 15 summit di Kairo, Mesir. Sebelum berangkat, Soeharto berkata pada masyarakat untuk menghentikan protes mereka dan seperti yang dituliskan di Suara Pembaruan, bahwa ia menyatakan kalau hal ini terus berlanjut, tidak akan ada kemajuan di Indonesia. Soeharto yang awalnya dijadwalkan untuk kembali ke Jakarta pada 14 Mei, pulang lebih cepat saat kerusuhan di Jakarta mencapai titik kritis, sebuah kejadian yang akan mencatat sejarah kelam tragedi Trisakti 12 Mei 1998 di Indonesia.
Kericuhan di Jakarta mencapai puncaknya pada tanggal 12 Mei ketika pihak kepolisian dan tentara mulai menembaki mahasiswa-mahasiswa yang melakukan aksi protes damai. Tragedi ini menewaskan 4 orang, Elang Mulia Lesmana, Heri Hertanto, Hafidin Royan, dan Hendriawan Sie. Belasan orang juka terluka sebagai hasil dari tragedi ini. Penembakan protestan tanpa senjata ini menyebabkan kerusuhan yang sebelumnya sudah terjadi menjadi tambah marak di seluruh Indonesia, dan pada akhirnya melengserkan Soeharto dari kursi kepemimpinannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar